KTI TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK SEKS PRANIKAH TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI .........
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batasan
remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah
antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10
samapi 19 tahun.Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia
10-19 tahun, adalah suatu priode masa pematangan organ reproduksi
manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah priode peralihan dari masa anak-anak ke dewasa (Widyastuti, 2010).
Data
kesehatan remaja, Amerika Serikat tahun 1997, menampilkan gambaran yang
menakjubkan. Jumlah remaja usia (15-19 tahun) yang mengalami kehamilan
mencapai 840.000 atau 79% dari seluruh kehamilan. Proporsi
hubungan seksual (40%) dan kehamilan remaja yang tidak diinginkan (19%)
terlihat tinggi. Sekitar 13% persalinan berasal dari remaja putri dan
sekitrar (31%) diantaranya tanpa pernikahan. Di indonesia fertilitas
dikalangan remaja yang mempunyai anak sebelum mencapai usia 20 tahun
(10%) terlihat cukup tinggi. Persalinan pada usia remaja (11%) dan 43 %
diantaranya melahirkan anak pertama periode kurang 9 bulan dari
pernikahan mereka. Remaja putri terbukti melakukan hubungan seksual
(30%) yang berakibat kehamilan yang tidak terencana (57%) dan
diselesaikan dengan aborsi (40%) (Kodim, 2008).
Statistik
di dunia menunjukkan antara 1/3-2/3 korban perkosaan di seluruh dunia
berumur antara 15 tahun atau kurang. Tiap tahun 15 juta anak remaja
berumur 15 sampai 19 tahun melahirkan. Ini 1/5 dari jumlah kelahiran di
dunia. Di negara berkembang, rata-rata 40% dari perempuan yang
melahirkan sebelum berumur 20 tahun, antara 8% persen di Asia Timur dan
56% dari Afrika. Di negara maju, hanya sekisar 10% dari anak remaja
melahirkan. Tiap tahun 1 juta sampai 4,4 juta anak remaja di negara
berkembang mengalami pengguguran dan kebayakan prosedur dilakukan di
bawah kondisi-kondisi yang tidak aman (Sarwono, 2005).
Hasil
survai di 12 kota dan di kota Medan menunjukkan perkiraan angka sekitar
5.5-11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun,
sedangkan usia 15-24 tahun adalah 14.7-30%. Apabila dari jumlah 42.3
juta remaja di tahun 2000 terdapat 10% dari mereka telah menyatakan
dirinya aktif seksual, maka ada 4,3 juta remaja yang menghadapi berbagai
risiko kesehatan reproduksi(Asfriyanti, 2005).
Kesehatan
Reproduksi Remaja (KKRI) 2002-2003 menunjukkan 21% perempuan dan 28
laki-laki tidak mengetahui tanda perubahan fisik apapun dari lawan
jenisnya. Kurangnya pengetahuan tentang biologi dasar pada remaja
mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang reiko yang berhubungan dengan
tubuh mereka dan cara menghindarinya. Demikian juga halnya dengan
pengetahuan mereka tentang masa subur dan resiko kehamilan. Hanya 29%
perempuan dan 32 laki-laki menjawab benar bahwa seorang perempuan
mempunyai kemungkinan besar menjadi hamil pada siklus priode haid.
Secara umum, pengetahuan perempuan tentang resiko menjadi hamil hanya
dengan sekali melakukan hubungan seksual lebih tinggi (50%) di
bandingkan dengan laki-laki yaitu 46% (Pinem, 2010).
Remaja
berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai baru,
terutama bagi mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Mereka cendrung
lebih mudah melakukan penyesuaian dengan arus globalisasi dan arus
informasi yang bebas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan prilaku
menyimpang. Salah satu penyebab prilaku menyimpang adalah adaptasi
terhadap nilai-nilai yang datang dari luar (Pinem,2009).
Ada
beberapa faktor yang mendorong anak remaja usia sekolah SMP dan SMA
melakukan prilaku menyimpang seperti hubungan seks di luar nikah.
Faktor-faktor tersebut di antaranya pengaruh liberalisme atau pergaulan
hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung ke arah
perilaku tersebut serta pengaruh perkembangan media massa. Oleh karena
itu, dengan adanya perilaku seperti itu, para remaja tersebut sangat
rentan terhadap resiko kesehatan seperti penularan penyakit HIV/AIDS,
penggunaan narkoba serta penyakit lainnya (Muadz, 2009).
Selain
itu ada beberapa faktor yang memepengaruhi remaja melakukan seks diluar
nikah yaitu, tekanan yang datang dari pergaulan temannya, adanya
tekanan dari pacarnya, adanya kebutuhan badanniah, rasa penasaran dan
pelampiasan sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap
sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks (Dianawati,
2006).
Penyebab
utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah komplikasi
kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran. Penduduk muda usia 15
sampai 24 tahun menderita PMS paling tinggi, termasuk infeksi HIV
(Sarwono, 2005).
Hubungan
seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda dan Berganti-ganti
pasangan seksual merupakan faktor meningkatkan resiko terjadinya kanker
serviks. Kanker leher rahim (serviks)
atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh perempuan nomor
dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim
bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah memasuki
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka relatif cepat
(Anonim, 2010).
Tahun
2002-2003 yang meneliti tentang kesehatan reproduksi jumlah remaja
(15-24) tahun dan mencakup 20% penduduk Indonesia. Dari waktu ke waktu,
mobilitas remaja Indonesia yang meningkat pesat, arus informasi yang
sangat kuat, dan semakin bertambahnya remaja yang berperilaku berisiko
tinggi ikut meningkatkan kasus penularan HIV/AIDS melalui hubungan
seksual.
Menurut
laporan Sekertaris Jendral pada sesi khusus majelis umum PBB mengenai
HIV/AIDS bahwa tiap hari ada 6000 remaja yang terinfeksi HIV. Sebagian
besar mereka tidak memliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai, informasi yang benar. Rendahnya pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi dan kurangnya informasi yang membahas khusus
tentang kesehatan reproduksi remaja menjadi masalah yang sampai saat ini
mendukung tingginya angka kejadian infeksi HIV/AIDS.
Tidak
tersedinaya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan
reproduksi memaksa remaja untuk mencari akses dan melakukan eksplorasi
sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan
petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film fornografis yang
memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab
yang harus di sandang dan resiko yang harus di hadapi, menjadi acuan
utama mereka. Mereka juga melalap pelajaran seks dari internet, meski
saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3% , dan sudah muncul
situs-situs pelindung dari pornografi. Hasilnya, remaja yang beberapa
generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks
di usia dini, 13-15 tahun(Asfriyati, 2005)
Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: “Tingkat
Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dampak Seks Pranikah Terhadap
Kesehatan Reproduksi Di SMA.
No comments:
Post a Comment