Saat
ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur
terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini,
selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta
orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
TRAKSI
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
TRAKSI
Traksi
adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasim atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mmpercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi
skeletal dan traksi kulit, dimana didalamnya terdapat sejumlah penanganan.
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur tungkai harus ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Röntgen mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz Steinmann secara sukses mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615).
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur tungkai harus ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Röntgen mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz Steinmann secara sukses mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615).
Traksi
telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika
fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering.
Pengembangan ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan
kebutuhan ekonomi untuk perawatan rumah sakit yang lebih
Penggunaan Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan untuk mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat keurusan tulang dan jaringan lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini menolong untuk mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor, 1987; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini mengurangi subluksasi atau dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen, Chen, Hiebert dan Koval (2001) memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan reduksi tahanan yang dibutuhkan ketika melakukanreduksi fraktur selama pembedahan. Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk membantu pergerakan dan latihan (Dave, 1995 and Redemann, 2002).
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dnegan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari ha ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan kontertraksi dimasukkan diantaran 2 point cocok yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontertraksi. Splibt Thomas merupakan contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999).
Penggunaan Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan untuk mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat keurusan tulang dan jaringan lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini menolong untuk mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor, 1987; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini mengurangi subluksasi atau dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen, Chen, Hiebert dan Koval (2001) memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan reduksi tahanan yang dibutuhkan ketika melakukanreduksi fraktur selama pembedahan. Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk membantu pergerakan dan latihan (Dave, 1995 and Redemann, 2002).
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dnegan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari ha ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan kontertraksi dimasukkan diantaran 2 point cocok yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontertraksi. Splibt Thomas merupakan contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999).
Komponen
Mekanis dari system traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan friksi, terkait
dengan beberapa factor : cara dimana kontertraksi diaplikasikan dan sudut,
arah, serta jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987: 3). Sudut
dan arah dorongan traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol
sama dengan jumlah dorongan yang diaplikasikan. Ketika dua katrol segaris pada
berat traksi yang sama maka disebut dengan ‘block and tackle effect” hamper
menggandakan jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan
mengaplikasikan tahanan traksi pada dua yang berebda tetapi tidak berlawanan
terhadap sisi tubuh yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk
dorongan traksi yang actual. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
Friksi
selalu ada dalam setiap system traksi. Friksi memberikan resistansi terhadap
dorongan traksi mala mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk
meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya. (Taylor, 1987 and
Styrcula, 1994a).
Kita
dapat mnggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur kedalam tempat
memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu,
atau, (3) untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain.
Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan untuk
mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan aman, untuk beberapa minggu jika
diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke
kulit (traksi kulit). (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau
Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk
mengikat pengikatnya, pin atau wire, ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan
dengan berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat
tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan
meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi
adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sedinya,
jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk
diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan mudah datur dengan
asisten. Traksi kebanyakan berguna pada kaki. Dilengan hal ini masih kurang
nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan frustasi untuk pasien. Untuk
kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam keadaan pengecualian
yang lebih jauh. Mengelaborasikan Jenis dari traksi, seperti Hamilton dan
Russel untuk kaki, membutuhkan peralatan yang tidak semuanya punya. Jadi, hanya
dibahas alat-alat sederhana yang digunakan dimakalah ini.
Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai :
1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan gentle. Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plesrer atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
3. Akhirnya traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor, 1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
Traksi Kulit versus Traksi Tulang
Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai :
1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan gentle. Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plesrer atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
3. Akhirnya traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor, 1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
Traksi Kulit versus Traksi Tulang
Kulit
hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari
ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi
tulang mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate
pertumbuhan dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang.
Indikasi untuk traksi kulit
Anak-anak
Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg
Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
Indikasi untuk traksi kulit
Anak-anak
Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg
Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
Indikasi
Traksi Skeletal
Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
Kerusakan kulit membutuhkan dressings
Jangka panjang
Counter Traction
Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
Kerusakan kulit membutuhkan dressings
Jangka panjang
Counter Traction
Setiap
tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong tungkai
kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan
menjadi efektif. Berikan tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari
kasur pada blok tertentu. Dengan merubah tempat tidur pada arah berlainan
tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi servikal sisi depan dari
tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi tempat tidur
dekat dengan luka membutuhkan elevasi.
Sistem Katrol Multiple
Sistem Katrol Multiple
Dalam
banyak keadaan katrol yang multioel digunakan, sehingga mengurangi berat
amatlah diperlukan. Katrol multiple seringkali digunakan pada traksi pelvis
dimana tahanan tinggi (biasanya lebih dari 40 kg) dapat diperlukan. Jika triple
dan dobel blok dgunakan dalam gambar hanya 405 atau 8 kg, dibutuhkan untuk
dapat mencapai 40 kg. Penaikturun katrol diperlukan.
Traksi Kulit – Ekstremitas Bawah
Traksi Kulit – Ekstremitas Bawah
Traksi
kulit Buck’s paling sering digunakan pada tungkai bawah untuk fraktur femur,
nyeri belakang, fraktur acetabulum dan pinggang. Traksi kulit jarangkali
mengurangi fraktur, tetapi mengurangi nyeri dan menjaga panjangnya fraktur.
Buck’s
Traction:
Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada satu tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit (Taylor, 1987; Styrcula, 1994; Osmond, 1999 and Redemann, 2002). Dinamakan setelah Gurdon Buck yang pada tahun 1861 mempublikasikan pengalamannya dengan trapi untuk dua puluh satu kasus dari fraktur (Peltier, 1968: 1610). Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum pembedahan dan mengurangi spasme otot (Styrcula, 1994d and Redemann, 2002). Hal ini juga bisa digunakan untuk dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak berpindah asetabulum dan nyeri pinggang bawah bilateral (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d) meskipun penggunaannya jarang terlihat pada akhir-akhir ini . Pasien diposisikan dalam posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami, dimana melalaikan abduksi (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d). Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan traksi digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang dihubungkan dengan pemberat (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d and Osmond, 1999). Katrol tidak mempunyai efek pada tahanan t=fraksi tetapi bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja dengan gravitasi (Taylor, 1987 and Osmond, 1999). Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari tempat tidur pada ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dar tempat tidur.
Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada satu tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit (Taylor, 1987; Styrcula, 1994; Osmond, 1999 and Redemann, 2002). Dinamakan setelah Gurdon Buck yang pada tahun 1861 mempublikasikan pengalamannya dengan trapi untuk dua puluh satu kasus dari fraktur (Peltier, 1968: 1610). Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum pembedahan dan mengurangi spasme otot (Styrcula, 1994d and Redemann, 2002). Hal ini juga bisa digunakan untuk dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak berpindah asetabulum dan nyeri pinggang bawah bilateral (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d) meskipun penggunaannya jarang terlihat pada akhir-akhir ini . Pasien diposisikan dalam posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami, dimana melalaikan abduksi (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d). Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan traksi digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang dihubungkan dengan pemberat (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d and Osmond, 1999). Katrol tidak mempunyai efek pada tahanan t=fraksi tetapi bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja dengan gravitasi (Taylor, 1987 and Osmond, 1999). Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari tempat tidur pada ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dar tempat tidur.
Untuk
mengoptimalisasi kenyamanan pasien adalah hal yang penting untuk mempunyai
keseimbangan antara tahanan traksi dengan tahanan kontertraksi. Jika tempat
tidur butuh untuk dielevasikan terlalu tinggi untuk mencegah pasien terdorong
dari tempat tidur maka pemberat dapat terlalu berat dan perlu untuk ditinjau
ulang (Dave, 1995 and Osmond, 1999). Hari ini Traksi Buck digunakan kebanyakan
pada orang tua (Styrcula, 1994d: 61) dan kontroversinya timbul melebihi
kefektifitasannya.
Metode
Kulit dipersiapkan dan dicukur- harus sampai kering. Balsem Friar dapat digunakan untuk meningkatkan adhesi. Pengikat yang tersedia secara komersil diaplikasikan kekulit dan luka dengan lapisan yang overlap. Perban harus tidak melebihi diatas tingg fraktur.
Kulit dipersiapkan dan dicukur- harus sampai kering. Balsem Friar dapat digunakan untuk meningkatkan adhesi. Pengikat yang tersedia secara komersil diaplikasikan kekulit dan luka dengan lapisan yang overlap. Perban harus tidak melebihi diatas tingg fraktur.
Bahaya
Traksi Kulit
Distal Oedema
Kerusakan vaskular
Peroneal nerve palsy
Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen
Distal Oedema
Kerusakan vaskular
Peroneal nerve palsy
Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen
Hindari
timbulnya komplikasi dalam keinginan untuk mencoba meningkatkan adhesi dengan
mengikat perban lebih ketat
Perfusi
Jaringan yang Berubah, Bahaya untuk deep vein thrombosis (DVT) atau pulmonary
embolism (PE) merupakan masalah yang sering is (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d;
Osmond, 1999; Rosen et al, 2001 dan Redemann, 2002). Pernafasan yang dalam dan
latihan pompa siku sama halnya dengan penggunaan stocking dan terapi
antikoagulan merupakan cara untuk mencegah hal ini terjadi (Taylor, 1987;
Styrcula, 1994d; Rosen et al, 2001 and Redemann, 2002). Calves harus diinspeksi
untuk kekakuan, hangat yang tidak biasa, dan kemerahan (Carroll, 1993 and
Bright and Gorgi, 1994) dan setiap tanda dispnea dan tachypnea dapat
mengindikasikan (Smeltzer and Bare, 1996 and Turpie, Chin and Gregory, 2002).
Ada juga akan resiko tinggginya disfungsi perifer seperti sindrom kompartemen atau paralisis saraf. Periksa neurovascular dan penilaian gerakan harus dilakukan sebelum mengaplikasikan traksi kemudian setiap jam selama 24 jam pertama dan jika baik dilakukan 4 jam sekali (Taylor, 1987; Styrcula, 1994b and Kunkler, 1999).
Meskipun traksi dikatakan untuk mengurangi nyeri danspasme otot hal in dapat menjadi tidak cukup dan management nyeri untuk itu merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 (McCaffery and Pasero, 2001 and Redemann, 2002) dan pasien harus diminta untuk mengambil analgetik sebelum nyeri menjadi lebih parah. Edukasi untuk mencegah ketakutan dan resiko konstipasi sebaiknya juga dilakukan (Redemann, 2002:316). Sama dengan pasien yang imobilisasi ada tingginya resiko untuk konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas tetapi juga kombinasinya dengan ambilan analgetik dan untuk pasien traksi terutama tantangan dalam nyeri, ditambah dengan malunya mereka untuk membuka ususnya ditempat tidur (Taylor, 1987; Winney, 1998 and Redemann, 2002). Penggunaan dari alat fraktur, privasi, ambilan cairan yang tinggi, teratur dalam diet dapat menolong eliminasi untuk mencapai usus yang normal (Winney, 1998 and Redemann, 2002).
Ada juga akan resiko tinggginya disfungsi perifer seperti sindrom kompartemen atau paralisis saraf. Periksa neurovascular dan penilaian gerakan harus dilakukan sebelum mengaplikasikan traksi kemudian setiap jam selama 24 jam pertama dan jika baik dilakukan 4 jam sekali (Taylor, 1987; Styrcula, 1994b and Kunkler, 1999).
Meskipun traksi dikatakan untuk mengurangi nyeri danspasme otot hal in dapat menjadi tidak cukup dan management nyeri untuk itu merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 (McCaffery and Pasero, 2001 and Redemann, 2002) dan pasien harus diminta untuk mengambil analgetik sebelum nyeri menjadi lebih parah. Edukasi untuk mencegah ketakutan dan resiko konstipasi sebaiknya juga dilakukan (Redemann, 2002:316). Sama dengan pasien yang imobilisasi ada tingginya resiko untuk konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas tetapi juga kombinasinya dengan ambilan analgetik dan untuk pasien traksi terutama tantangan dalam nyeri, ditambah dengan malunya mereka untuk membuka ususnya ditempat tidur (Taylor, 1987; Winney, 1998 and Redemann, 2002). Penggunaan dari alat fraktur, privasi, ambilan cairan yang tinggi, teratur dalam diet dapat menolong eliminasi untuk mencapai usus yang normal (Winney, 1998 and Redemann, 2002).
Pertukaran
gas yang terganggu merupakan kesulitan pada pasien dengan traksi pada resiko
masalah respirasi. Posisi rekumben atai semirecumbent pasien ini diyakinkan
untuk tidak diijinkan bergerak penuh pada diafragmanya yang bisa menyebabkan
tidal kecul dan volume residu yang besar(Redemann, 2002:317). Untuk mencegah
masalah in elevasi reposisi yang sering dari kepala tempat tidur kapanpun
memungkinkan dikombinasikan dengan batuk dan latihan nafas yang dalam dan
penggunaan spirometer kesemuanya dapat membantu untuk menjaga pertukaran gas
yang adekuat. (Smeltzer and Bare, 1996 and Redemann, 2002).
Tingginya resiko untuk terluka terutama relevansinya pada pasien traksi sebagai management yang tidak benar dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang harus dipertimbangkan (Taylor, 1987 and Redemann, 2002). Traksi harus diperiksa melalui perbagian untuk menjamin tidak ada yang dapat membahayakan pasien, garis dorongan dijaga, semua clamps ketat dan tidak ada tali yang rapuh atau knot yang tidak aman. Tali musti dibebaskan melalui katrol, gars traksi harus dijaga setiap saat. Baik pemberat ataupun tali harus disentuh oleh kasur. Bantal tidak ditaruh dibawah kaki yang sakit dan ketika menggerakkan pasien pemberat tidak boleh dipindahkan. Ketika melakukan perluasan sekali traksi manual harus diaplikasikan.
Traksi Gallows
Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur .
Tingginya resiko untuk terluka terutama relevansinya pada pasien traksi sebagai management yang tidak benar dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang harus dipertimbangkan (Taylor, 1987 and Redemann, 2002). Traksi harus diperiksa melalui perbagian untuk menjamin tidak ada yang dapat membahayakan pasien, garis dorongan dijaga, semua clamps ketat dan tidak ada tali yang rapuh atau knot yang tidak aman. Tali musti dibebaskan melalui katrol, gars traksi harus dijaga setiap saat. Baik pemberat ataupun tali harus disentuh oleh kasur. Bantal tidak ditaruh dibawah kaki yang sakit dan ketika menggerakkan pasien pemberat tidak boleh dipindahkan. Ketika melakukan perluasan sekali traksi manual harus diaplikasikan.
Traksi Gallows
Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur .
Indikasi
Traksi Gallow’s
Berat anak-anak harus kurang dari 12 kg
Fraktur femur
Kulit harus intak
Kedua dari femur yang fraktur dan yang baik ditempatkan dalam traksi kulit dan bayi ditahan dari sudut yang istimewa. Compromise vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa sirkulasi dua kali sehari. Pantatnya harus diangkat jangan mengenai tempat tidur
Fraktur Femur Pada Anak yang lebih Besar
Berat anak-anak harus kurang dari 12 kg
Fraktur femur
Kulit harus intak
Kedua dari femur yang fraktur dan yang baik ditempatkan dalam traksi kulit dan bayi ditahan dari sudut yang istimewa. Compromise vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa sirkulasi dua kali sehari. Pantatnya harus diangkat jangan mengenai tempat tidur
Fraktur Femur Pada Anak yang lebih Besar
Anak
lebih besar dengan fraktur femur dapat ditangani dengan traksi kulit dengan
splint tHomas. Tidak seperti orang dewasa lutut harus dijaga lurus pada splint
Thomas. Cincin dari splint Thomas harus membuat pembersihan dua jari pada semua
sisi- dicoba pada kaki yang sehat untuk dicocokkan sebelum diaplikasikan.
Pengikatan kulit diaplikaskan dan splint Thomas dipasangkan. Tali dari pengikat
di ikat hingga akhir dar splint tHomas. Yang paking kuar melewat jarak splint
Thomas dan bagian dalam melaluinya. Hal ini merotasikan kaki secara internal.
Tungkai diistirahatkan pada tiga strip falnnerl untuk menjaga keamanan pin.
Sling Master merupakan strip flannel yang diarahkan kedistal fraktur. Slng ini
bisa ditambahkan sehingga garis akhir fraktur pada ruang vertical. Traksi
longitudinal membuthkan tambahan setiap haru pada minggu pertama. Simpul dari
akhir splint Thomas dilonggarkan. Kualitas reduksi dikonfirmasikan dengan X
ray.
Splint
Thomas ditahan dari Frame Balkan. Frame ini ditempelkan ke tempat tidur.
Tungkai dengan splint Thomas ditahan dari puncak dengan maksut berat
berlawanan. Traksi longitudinal menggunakan tekanan pada sudut dan berat yang
lebih jauh ditempatkan melalui katrol dari frame Balkan. Hal ini segaris dengan
panjang aksis tungkai di kaki dari tempat tidur. Perlawanan ini bertindak
sebagai tahanan reaktif dari sudut yang digenerasikan oleh traksi kulit.
Fraktur Femur Pada Orang Dewasa
Fraktur Femur Pada Orang Dewasa
Hal
ini membutuhkan pin skeletal. Pada beberapa rumah sakit, pn Denham merupakan pin
yang paling sering digunakan, Ia mempunyai porsi tengah ulir yang dijaganya
pada tibia. Untuk fraktur femur pin Denham melalui tibia proksimal, Selalu
memasukkan dari lateral ke medial pada tibia proksimal, sebagaimana saraf
peroneal tidak terkenda dan tempat keluarnya tidak bisa diprediksikan. Pada
beberapa keadaan femur distal, atau bahkan kalkaneus dapat digunakan.
Splint
tHomas, (periksa apakah cocok dengan mencoba pada kaki yang sehat)
diaplikasikan. Tiga sling flannel diamankan dengan keamanan pin dibawah paha.
Satu dari splint master dibawah fraktur. Tekanan yang benar pada sling ini akan
menggarisi fraktur pada sisi lateral. Lutut dapat difleksikan dengan
menggunakan splint fleksi Pearson yang ditempelkan ke splint Thomas pada daerah
lutut. Fleksi lutut yang diinginkan dapat dijaga dengan tali pada akhirnya
dibawa dari splint tHimas ke Perlengketan Pearson. Tali dari pin Denham apakah
harus diikat secara distal ke splnt tHomas (traksi statis) atau mereka dapat
dinaikkan melalui katrol pada akhir dari frame Balkan (traksi dinamis). Pada
semua kasus diawali dengan 7 kg (atau 10% berat badan) pada panjang aksis
femur. Hal ini melawan trakian dari otot paha. Sebagaimana halnya dnegan
anak-anak, traksi dbuat seimbang dengan sisitem katrol pada tungkai horizontal
frma Balkan untuk membuat pasien dapat menggerakkan tungkainya.
Garis Splint Thomas
Garis Splint Thomas
Splint
Thomas harus digariskan dengan menitikkan pada frma belakn searah dengan
fragmen proksimal.
Perpndahan-Fraktur
Femur Proksimal
Prox. Femur – Flexion
Prox. Femur – Abduction
Frame Garis – Flexion & Abduction
Fraktur mid shaft dijaga tetap relative sebagaimana otot proksimal dan distalnya seimbang
Prox. Femur – Flexion
Prox. Femur – Abduction
Frame Garis – Flexion & Abduction
Fraktur mid shaft dijaga tetap relative sebagaimana otot proksimal dan distalnya seimbang
Perpindahan
Fraktur Femur Distal
Angulasi Posterior – dorongan dari gastrocnimeus
Sousi – fleksi lutut sejauh mungkin
Block Tempat Tidur (bed block)
Angulasi Posterior – dorongan dari gastrocnimeus
Sousi – fleksi lutut sejauh mungkin
Block Tempat Tidur (bed block)
Bed
Blocks harus ditempatkan dibawah kaki dengan semua tipe traksi diatas.
Meninggikan kaki dari tempat tidur beberapa sentimeter memberikan tahanan
counter untuk mencegah pasien terdorong secara distal dari tempat tidur oleh
traksi longitudinal.
Traksi Servikal
Halter Traction
Traksi halter digunakan untuk traksi servikal jangka pendek. Penggunaannya meliputi cedera leher minor tanpa kejelasan adanya fraktur contoh spasme otot leher, terapi conservative dari lesi di diskus servikal. Anak dengan fraktur servikal juga dapat ditangani dtanpa pin skeletal sebagaimana tulang mereka terlalu rapuh terhadap pin. .
Masalah dengan Traksi Halter
Tidak nyaman
Nyeri di Tempero-mandibular
Kontraoindikasi pada fraktur mandibula
Sulit untuk mengontrol fleksi dan ekstensi
Fleksi Extensi X Ray Cervical
Traksi Servikal
Halter Traction
Traksi halter digunakan untuk traksi servikal jangka pendek. Penggunaannya meliputi cedera leher minor tanpa kejelasan adanya fraktur contoh spasme otot leher, terapi conservative dari lesi di diskus servikal. Anak dengan fraktur servikal juga dapat ditangani dtanpa pin skeletal sebagaimana tulang mereka terlalu rapuh terhadap pin. .
Masalah dengan Traksi Halter
Tidak nyaman
Nyeri di Tempero-mandibular
Kontraoindikasi pada fraktur mandibula
Sulit untuk mengontrol fleksi dan ekstensi
Fleksi Extensi X Ray Cervical
Jika
pasien mempunyai x-ray cervical yang normal, tetapi mempunyai spasme otot
leher, gambaran fleksi ekstensi dapat diperlukan untuk menyingkirkan
instabilitas yang serius dari tulang servikal. Traksi Halter merupakan cara
yang baik untuk meredakan spasme sebelum X-Ray dapat dilakukan. Pasien yang
dimasukkan dan ditempatkan dalam traksi Halter hingga leher bebas dari spasme
otot. Pasien harus tidak mempunyai rasa nyeri ketika leher difelksikan ataupun
diekstensikan. Jika gejala neurologis seperti paraesthesia timbul maka X-Ray
tidak perlu dilakukan.
Traksi Skeletal
Traksi Skeletal
Pada
cedera servikal yang lebih serius, penjepit tulang kepala seperti caliper Cones
diinndikasikan. Indikasi termasuk terapi konservatif dari fraktur servik dan
dislokasi.
Aplikasi
Caliper Cones
Cukur rambut dibawah area telinga
Anastesi Lokal
Hindari Masseter
Hindari arteri temporal
Insisi kecil dibawah telinga segars dengan meatus auditorius
Kaitkan pada pin hingga perforasi dari tulang luarl
Ikat pada tali
Cukur rambut dibawah area telinga
Anastesi Lokal
Hindari Masseter
Hindari arteri temporal
Insisi kecil dibawah telinga segars dengan meatus auditorius
Kaitkan pada pin hingga perforasi dari tulang luarl
Ikat pada tali
Arah
dan Berat
Tahanan – 2.5 kg untuk kepala dan 12 kg untuk setiap vertebra
Arah netral segars dengan meatus auditorius
Diperlukan Fleksi – tinggikan katrol
Dperlukan Ekstensi – gunakan matras dobel yang berakhir pada bahu
Tahanan – 2.5 kg untuk kepala dan 12 kg untuk setiap vertebra
Arah netral segars dengan meatus auditorius
Diperlukan Fleksi – tinggikan katrol
Dperlukan Ekstensi – gunakan matras dobel yang berakhir pada bahu
Komplikasi
dari Traksi Cervical
Perdarahan arteri temporalis
Tekanan sangat sakit pada tulang
Sepsis – dari kulit ke abses subdural
Perburukan status neurologis
Mata juling dari jatuhnya nervus kranialis ke 6
Perdarahan arteri temporalis
Tekanan sangat sakit pada tulang
Sepsis – dari kulit ke abses subdural
Perburukan status neurologis
Mata juling dari jatuhnya nervus kranialis ke 6
Kontraindikasi
Penjepit tulang kepala
Anak-anak
Sepsis Lokal
Fraktur tulang kepala
Metode dobel matras merupakan cara yang efektif untuk memperluas leher. Jangan pernah menempatkan katrol kepala terlalu rendah sebagaimana tekanan dapat dihasilkan pada occciput, terutama pada pasien yang tdiak sadar.
Reduksi dari Dislokasi Facet
Traksi skeletal terhadap tulang tengkorak dapat digunakan untuk mengurangi dislokasi faset servikal. Berat biasanya ditambahkan secara serial sementara leher diposisikan fleksi. Setelah setiap penambahan 2,5 kg berat, X-Ray lateral diambil untuk membedakan reduksinya. Dokter yang ada harus memeriksa tanda neurologis. Jika ada perubahan neurologis, berat tersebut dpindahkan hingga 20 kg. Traksi dapat digunakan dalam hal ini hanya untuk beberapa jam. Setelah reduksi, leher dalam keadaan ekstensi dan berat maintenance kemudian digunakan.
Metode Traksi Lain
Anak-anak
Sepsis Lokal
Fraktur tulang kepala
Metode dobel matras merupakan cara yang efektif untuk memperluas leher. Jangan pernah menempatkan katrol kepala terlalu rendah sebagaimana tekanan dapat dihasilkan pada occciput, terutama pada pasien yang tdiak sadar.
Reduksi dari Dislokasi Facet
Traksi skeletal terhadap tulang tengkorak dapat digunakan untuk mengurangi dislokasi faset servikal. Berat biasanya ditambahkan secara serial sementara leher diposisikan fleksi. Setelah setiap penambahan 2,5 kg berat, X-Ray lateral diambil untuk membedakan reduksinya. Dokter yang ada harus memeriksa tanda neurologis. Jika ada perubahan neurologis, berat tersebut dpindahkan hingga 20 kg. Traksi dapat digunakan dalam hal ini hanya untuk beberapa jam. Setelah reduksi, leher dalam keadaan ekstensi dan berat maintenance kemudian digunakan.
Metode Traksi Lain
Traksi
Dunlop
Penggunaan
utama dari Traksi Dunlop adalah untuk maintenance reduksi fraktur supracondylus
humerus pada anak.
Traksi
Dunlop
Fraktur supracondylar pada anak
Membuat Siku bengkak menjadi tenang kembali
Dikontraindikasikan [ada fraktur terbuka dan defek kulit.
Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus digunakan pada sisi tempat tidur. Traksi ditempatkan disepanjang aksis lengan bawah sebagaimana sudut kanan dari humerus dengan sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks dibutuhkan untuk sisi lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur supracondylar tidak dapat dikurangi hingga dibawah 90 derajat fleksi siku, metode traksi in merupakan alternative terhadap metode invasive seperti percutaneous K-wires. Hal ini membuat pembengkakan sisi sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk mengurangi fraktur supracondylar, sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan diperlukan
Traksi Pelvis untuk Nyeri Pinggang
Pad skiatik dan penyembuhan pinggang lain dari nyeri dapat dicapai dengan maksud traksi pelvis. Traksi diaplikasikan ke pengikat pelvis dengan berat melebihi akhir tempat tidur. Dengan maksud bantal dibawah lutut, pinggul difleksikan mendekati sudut 90 derajat, sebagaimana halnya dengan lutut. Hal ini memperpendek nervus skiatika dan meredakan nyeri.
Traksi Asetabulum
Fraktur supracondylar pada anak
Membuat Siku bengkak menjadi tenang kembali
Dikontraindikasikan [ada fraktur terbuka dan defek kulit.
Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus digunakan pada sisi tempat tidur. Traksi ditempatkan disepanjang aksis lengan bawah sebagaimana sudut kanan dari humerus dengan sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks dibutuhkan untuk sisi lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur supracondylar tidak dapat dikurangi hingga dibawah 90 derajat fleksi siku, metode traksi in merupakan alternative terhadap metode invasive seperti percutaneous K-wires. Hal ini membuat pembengkakan sisi sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk mengurangi fraktur supracondylar, sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan diperlukan
Traksi Pelvis untuk Nyeri Pinggang
Pad skiatik dan penyembuhan pinggang lain dari nyeri dapat dicapai dengan maksud traksi pelvis. Traksi diaplikasikan ke pengikat pelvis dengan berat melebihi akhir tempat tidur. Dengan maksud bantal dibawah lutut, pinggul difleksikan mendekati sudut 90 derajat, sebagaimana halnya dengan lutut. Hal ini memperpendek nervus skiatika dan meredakan nyeri.
Traksi Asetabulum
Pada
terapi konservatif dari fraktur acetabulum, traksi longitudinal pada panjang
aksis tungkai seringkali digunakan. Sebagai tambahan dari kepala femur dapat
mempengaruhi acetabulum (dislokasi fraktur sentral) dengan maksud manipulasi
dibawah anastesi. Reduksi ini dapat dijaga dengan membuat traksi lateral dari
pin yang ditempatkan pada wilayah intertrochanter.
DAFTAR
PUSTAKA
1) Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005
2) Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.
3) Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone, 1989.
4) Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983.
5) Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990
1) Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005
2) Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.
3) Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone, 1989.
4) Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983.
5) Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990
ASUHAN
KEPERAWATAM TRAKSI
A.
DEFINISI
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Keuntungan pemakaian traksi
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
B. INDIKASI
1. Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
3. Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
4. Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
5. Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa
6. Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998).
C. TUJUAN PEMASANGAN
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
1. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
D. JENIS- JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a. Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.
b. Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c. Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d. Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2. Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a. Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).
b. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995 ).
E. PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Prinsip traksi efektif :
1. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
3. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4. Traksi skelet tidak boleh terputus.
5. Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
6. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
7. Tali tidak boleh macet
8. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
9. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
10. Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
4. Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
G. PRISIP PERAWATAN TRAKSI
1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
H. KOMPLIKASI
Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
Trombosi vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.
A. Pengkkajian Keperawatan
Dampak psikologik dan fisiologik masalah musculoskeletal, alat traksi, dan imobilitas harus diperhitungkan. Traksi membatasi mobilitas dan kemandirian seseorang. Peralatannya sering terlihat mengerikan, dan pemasangannya tampak menakutkan. Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada pasien yang terkungkung pada tempat terbatas selama waktu yang cukup lama. Maka tingkat ansietas pasien dan respon psikologis terhadap traksi harus dikaji dan dipantau. Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskuler (misal : warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan.
Pengkajian fungsi system tubuh harus dilengkapi sebagai data dasar dan perlu dilakukan pengkajian terus menerus. Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada system kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, statis pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, satis kemih dan infeksi saluran kemih. Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, atau pembengkakan atau tanda human positif (ketidaknyamanan pada betis ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya trombosis vena dalam. Identifikasi awal masalah yang telah muncul dan sedang berkembang memungkunkan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Keuntungan pemakaian traksi
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
B. INDIKASI
1. Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
3. Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
4. Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
5. Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa
6. Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998).
C. TUJUAN PEMASANGAN
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
1. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
D. JENIS- JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a. Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.
b. Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c. Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d. Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2. Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a. Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).
b. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995 ).
E. PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Prinsip traksi efektif :
1. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
3. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4. Traksi skelet tidak boleh terputus.
5. Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
6. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
7. Tali tidak boleh macet
8. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
9. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
10. Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
4. Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
G. PRISIP PERAWATAN TRAKSI
1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
H. KOMPLIKASI
Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
Trombosi vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.
A. Pengkkajian Keperawatan
Dampak psikologik dan fisiologik masalah musculoskeletal, alat traksi, dan imobilitas harus diperhitungkan. Traksi membatasi mobilitas dan kemandirian seseorang. Peralatannya sering terlihat mengerikan, dan pemasangannya tampak menakutkan. Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada pasien yang terkungkung pada tempat terbatas selama waktu yang cukup lama. Maka tingkat ansietas pasien dan respon psikologis terhadap traksi harus dikaji dan dipantau. Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskuler (misal : warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan.
Pengkajian fungsi system tubuh harus dilengkapi sebagai data dasar dan perlu dilakukan pengkajian terus menerus. Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada system kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, statis pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, satis kemih dan infeksi saluran kemih. Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, atau pembengkakan atau tanda human positif (ketidaknyamanan pada betis ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya trombosis vena dalam. Identifikasi awal masalah yang telah muncul dan sedang berkembang memungkunkan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.
B.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama paasien karena traksi dapat meliputi yang berikut :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi
2. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
3. Nyeri dam ketidaknyamanan yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perwatan diri : makan, hygiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi
5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama paasien karena traksi dapat meliputi yang berikut :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi
2. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
3. Nyeri dam ketidaknyamanan yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perwatan diri : makan, hygiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi
5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi
C.
Intervensi
1. Dorong klien latihan aktif untuk daerah yang dapat dilakukan
Dorong klien pada aktivitas terapeutik dan pertahankan rangsangan lingkungan. Ex : TV, radio, kunjungan keluargaKaji derajat imobilitas yang dihasilkan karena adanya traksi dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi
2. Tingkatkan bagian tubuh yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur
Berikan tindakan kenyamanan (contoh : sering ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik manajemen stres (contoh: nafas dalam, visualisasi) dan sentuhan terapeutik
Berikan pijatan lemah pada area luka sesuai toleransi bila balutan telah dilepas
Selidiki keluhan nyeri luka, kemajuan yang tak hilang dengan analgesik
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, relaksan otot
Berikan pemanasn lokal sesuai indikasi
3. Ubah posisi dengan sering geraka pasien dengan perlahan-lahan dan beri bantalan pada tonjolan tulang dengan pelindung
Beri penguatan pada balutan awal sesuai dengan indikasi. Gunakan teknik aseptik dengan tepat
Pertahankan klien tetap kering. Bebas keriput
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar
4. Kaji hambatan terhadap partisipasi terhadap perawatan diri
Berikan waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas dan tingkatkan kesabaran
Antisipasi kebutuhan kebersihan dan bantu klien sesuai dengan kebutuhan
5. Dorong ekspresi ketakutan masalah klien
Diskusikan tindakan keamanan
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stres. Ex: bimbinan imajinasi, nafas dalam
6. Instruksikan klien, keluarga untuk melakukan perawatan mandiri
Dorong klien melakukan program latihan berkesinambungan
Tekankan diet seimbang dan pemasukan cairan yang adekuat
Anjurkan penghentian merokok
Indentifikasi tanda gejala yang memerlukan evaluasi medik. Ex: edema, eritema, dsb
1. Dorong klien latihan aktif untuk daerah yang dapat dilakukan
Dorong klien pada aktivitas terapeutik dan pertahankan rangsangan lingkungan. Ex : TV, radio, kunjungan keluargaKaji derajat imobilitas yang dihasilkan karena adanya traksi dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi
2. Tingkatkan bagian tubuh yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur
Berikan tindakan kenyamanan (contoh : sering ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik manajemen stres (contoh: nafas dalam, visualisasi) dan sentuhan terapeutik
Berikan pijatan lemah pada area luka sesuai toleransi bila balutan telah dilepas
Selidiki keluhan nyeri luka, kemajuan yang tak hilang dengan analgesik
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, relaksan otot
Berikan pemanasn lokal sesuai indikasi
3. Ubah posisi dengan sering geraka pasien dengan perlahan-lahan dan beri bantalan pada tonjolan tulang dengan pelindung
Beri penguatan pada balutan awal sesuai dengan indikasi. Gunakan teknik aseptik dengan tepat
Pertahankan klien tetap kering. Bebas keriput
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar
4. Kaji hambatan terhadap partisipasi terhadap perawatan diri
Berikan waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas dan tingkatkan kesabaran
Antisipasi kebutuhan kebersihan dan bantu klien sesuai dengan kebutuhan
5. Dorong ekspresi ketakutan masalah klien
Diskusikan tindakan keamanan
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stres. Ex: bimbinan imajinasi, nafas dalam
6. Instruksikan klien, keluarga untuk melakukan perawatan mandiri
Dorong klien melakukan program latihan berkesinambungan
Tekankan diet seimbang dan pemasukan cairan yang adekuat
Anjurkan penghentian merokok
Indentifikasi tanda gejala yang memerlukan evaluasi medik. Ex: edema, eritema, dsb
No comments:
Post a Comment